Minggu, 06 Oktober 2013

TERASI DI KIRA PERMEN


Bus jurusan Purwokerto-Jogjakarta mulai memasuki terminal Jogjakarta, itu berarti aku dan ibu sudah hampir sampai di rumah nenek. Jam arloji menunjukkan pukul 18.00, sudah tidak ada bus yang menuju daerah samas, Bantul, Jogjakarta yang aku tuju lagi. Liburan kali ini aku dan ibu kerumah nenek.
Bus sudah berhenti, para penumpang turun trmasuk aku dan ibu. Kami beristirahat terlebih dahulu di depan mushola terminal. Ibuku terlihat pucat dan capek setelah menempuh perjalanan pemalang-jogja selama 9 jam.
“Bu,  sholat dulu yuk ” ajak  aku.                                                                                
“Nanti dulu, ibu sedang pusing dan mual ini dik”  jawab ibu.
“ Ya udah “ kataku singkat” “Bu adik sholat maghrib dulu ya?” kataku akhirnya.
“Ya sana, hati-hati ibu nunggu disini nanti gantian”
Aku masuk ke mushola sementara ibu masih duduk di depan mushola sambil nunggu barang bawaan. Aku menuju tempat wudhu, berwudhu lalu menunaikan sholat maghrib. Ku lipat rukuhku kembali setelah selesai sholat. Lalu aku berjalan menuju tempat ibu tadi.
“Bu, adik sudah selesai”
“Ya, ibu sholat dulu gantian” kata ibu lalu masuk ke dalam mushola. Aku duduk sendirian sambil jagain barang-barang bawaan.
Tiba-tiba dari kejauhan ada 2 orang bertampang sangar yang berjalan menuju arah tempat aku duduk. Orang itu tambah dekat, aku takut was-was terhadap orang ini. Ku dekap tas dan barang-barang bawaan. Orang itu tambah mendekatiku…
Kalau orang itu kesini dan macam2 dengan aku, aku akan mecoba melawan mereka. Ya harus ! kataku dalam hati. Mereka tambah dekat dan sekarang sudah ada di depanku. Tiba-tiba salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan logat bencong / banci…
“mba, eke mau tanya liat temen eke gak?” tanya salah seorang dari mereka.
“hahaha” sontak aku tertawa. Orang yang bertampang sangar bicaranya banci gitu
“kok malah ketawa ci” kata orang yang satunya dengan cara bicara yang sama
“eh gak tau om, aku tidak tau teman om ” jawabku.
“om om panggil eke neng bukan om. ”
“hahaha… iya neng” tidak sadar aku tertawa terbahak-bahak.
2 orang itu pun pergi dengan kesal karena dari tadi aku ketawain terus.  Ibu mendekatiku dan dia mengajak aku segera ke rumah nenek karena mulai larut malam. Namun sayang bus yang menuju rumah nenekku sudah tidak ada akhirnya kami naik ojek saja. Sampai rumah nenek sekitar jam 21.30. Aku sudah mengantuk sekali. Aku pun langsung tertidur pulas.
Matahari sudah menampakan dirinya. Aku terbangun lalu mengambil air wudhu dan sholat subuh. Ku lihat ibu sudah bangun dan sudah ikut bantu-bantu masak bersama bulik-buliknya. Setelah sholat aku keluar untuk menghirup udara pagi hari di desa lewat jendela kamar.
Di ruang tamu ku lihat nenek sedang bersih-bersih menyapu lantai. Nenekku sudah tua tapi tidak mau di bilang orang tua yang lemah, setiap pagi nenek bersih-bersih rumah. Seperti pagi itu nenek sedang menyapu, tiba-tiba sapunya menyenggol benda kecil, nenek lalu mengambilnya. Aku yang melihat dari kejauhan hanya diam dan memperhatikan.
“apa  ya iki? Kok kaya permen?” kata nenek dalam bahasa jawa sambil memegang benda kecil itu.
Saat nenek yang umurnya belum tua sekali ini melihat benda kecil yang seperti permen itu bingung. Tidak lama kemudian sang kakek menghampirinya.
“opo iku mbah?” tanya kakek
“mbuh ki, kok kaya permen. Ki coba icipana”  jawab nenek sambil memberikan benda kecil itu. Kakek lalu mencicipi benda kecil itu. Baru sja di jilat ekspresi wajah kakek jadi aneh
“mbah rasane kok aneh” kakek bingung.
Aku akhirnya menghampiri nenek dan kakek yang sedang kebingungan, dan aku bertanya apa yang terjadi. Nenek menceritakan kejadian itu, kakek lalu menyerahkan benda kecil yang seperti permen itu itu ke aku. Abis tau apa yang aku terima dari kakek aku hanya tersenyum.
“mbah, ini tadi yang mbah makan bukan permen tapi terasi” kataku.
“ora apa-apa nduk, mbah mung ngicipi” kata kakek sambil senyum-senyum agak malu.
“oalah nduk,, jaman saiki terasi wae wadahe apik tenan” kata  nenek sambil ketawa.
“zaman modern mbah. Terasi tidak mau kalah sama permen”  kata aku sambil senyum-senyum menahan ketawa..
“yo wis mbah arep nglanjutake nyapu” kata nenek.
Aku pergi masuk untuk bantu-bantu ibu masak dengan masih tertawa dalam hati. Sementara kakek menuju ruang tengah membaca koran dan meneguk segelas air teh yang telah di sediakan ibu. Sampai di dapur aku tertawa keras, ibu bertanya kenapa. Aku pun menceritakan apa yang terjadi tadi. Orang-orang yang ada di dapur tertawa semua…
 Sayang sudah 7 hari aku di rumah nenek saatnya aku dan ibu pulang karena sekolah sudah mulai masuk. Omku mengantar aku dan ibu ke terminal. Dan kami naik bus seperti waktu berangkat. Sampai di pemalang sudah sore dengan perjalanan 9 jam. Aku lemas sekali karena di jalan aku mabuk :D

06 Oktober 2013 10:00 AM
Dhian Art's

Tidak ada komentar:

Posting Komentar